daulatrakyat.com – Pemilu 2024 : Otoritarian Vs Demokrasi, demikian catatan penting yang disampaikan Deklarator KAUKUS Aktivis 89 (80 – 90 an), Standarkiaa Latief.
Ia menyatakan pemilu akan digelar tidak kurang dari 30 hari ke depan pada 14 Februari 2024. Tanggal tersebut akan menjadi penentu nasib masa depan 270 juta rakyat Indonesia.
Seberapa besar derajat kebaikan pemilu tahun ini, bergantung kepada kemauan baik (good will) penyelenggara pemilu yang sejatinya sudah dipayungi UU dan aturan hukum serta regulasi yang harus ditaati. Demikian rilis tertulis disampaikan kepada redaksi, Kamis 11/1/2024
Deklarator KAUKUS Aktivis 89 (80 – 90 an) yang juga merupakan Anggota Majelis Nasional KIPP Indonesia memberikan catatan penting terkait Pemilu 2024
Catatan Penting Deklarator KAUKUS 89 Standarkiaa Latief
Potensi puncak kecurangan pemilu akan terjadi pada tahap pencoblosan surat suara, lalu perpindahan kotak suara dari PPS ke PPK dan berujung pada finalisasi rekapitulasi secara nasional di KPU.
Untuk itu demi menegakkan pemilu yang adil berkualitas dan fair, maka diserukan kepada masyarakat luas di tanah air untuk mengawasi dengan ketat proses tersebut.
Standarkiaa mengemukakan pengawasan partisipatif dari masyarakat luas sangat penting untuk memastikan pemilu berlangsung sesuai Asas, Prinsip dan Tujuan pemilu yang ditegaskan dalam pasal 2 UU Pemilu No.7 tahun 2017, bahwa pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Sedangkan pasal 3 UU tersebut merinci bahwa penyelenggaraan pemilu harus memenuhi prinsip ; mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif dan efisien
“Oleh karenanya penyelenggara pemilu harus konsisten dan tidak menjadi bagian dari konspirasi kepentingan paslon tertentu. Profesionalitas penyelenggara pemilu yang berpegang pada ketaatan terhadap UU, akan menentukan sistem ketatanegaraan ke depan. Jika pemilu diselenggarakan berpegang teguh pada penghargaan atas nilai-nilai demokrasi, maka akan melahirkan sistem pemerintahan yang berorientasi kepada kesejahteraan rakyat sebagaimana goal ideal cita-cita demokrasi,” tegas Kiaa panggilan akrabnya.
Lebih jauh ia menegaskan komitmen penyelenggara pemilu akan teruji dalam proses pemilu 2024, kalau pemilu berlangsung jauh dari rasa keadilan dengan mengabaikan prinsip nilai-nilai demokrasi, berarti penyelenggara pemilu telah merancang sistem ketatanegaraan yang otoriter bagi masa depan Indonesia.
“Jika demikian penyelenggara pemilu telah melanggar pasal 4 huruf (a dan b) UU No.7/2017 yang berbunyi, Pengaturan Penyelenggaraan Pemilu bertujuan untuk : (a) memperkuat sistem ketatanegaraan yang demokratis, (b) mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas.” urai senator Pro-demokrasi ini.
“Pelanggaran atas UU adalah merupakan kejahatan politik serius, yang akan memporak porandakan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini tidak boleh terjadi demi masa depan Indonesia yang lebih baik,” pungkas Mantan Ketua Umum SAKTI (Serikat Kerakyatan Indonesia) ini.***
(Gibran)