daulatrakyat.com – Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti divonis bebas dalam kasus pencemaran nama baik yang melibatkan Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
Keputusan ini diumumkan oleh ketua majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Senin (8/1/2024).
Hakim menyatakan bahwa dakwaan yang diajukan jaksa terhadap Haris Azhar tidak dapat terbukti secara sah dan meyakinkan.
Sidang ini memicu perhatian luas, terutama karena melibatkan nama-nama besar dalam pemerintahan.
Haris Azhar dan rekan sesama aktivis, Fatia Maulidiyanti didakwa melakukan pencemaran nama baik terhadap Luhut Binsar Pandjaitan melalui sebuah podcast yang diunggah di kanal YouTube Haris Azhar.
Jaksa sebelumnya menuntut Haris Azhar dengan tuntutan pidana penjara, dengan alasan bahwa ia terbukti bersalah dalam dugaan pencemaran nama baik.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) ingin Fatia dihukum dengan pidana tiga tahun dan enam bulan penjara ditambah denda sebesar Rp500 ribu subsider tiga bulan kurungan.
Namun, keputusan pengadilan membebaskan Haris Azhar dari tuduhan tersebut dan merehabilitasi reputasinya.
Asal Muasal Kasus
Dalam podcast berjudul ‘Ada lord Luhut di balik relasi ekonomi-ops militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada1! >NgeHAMtam’.
Haris Azhar membahas isu ekonomi-politik terkait penempatan militer di Papua, khususnya kasus Intan Jaya.
Narasumber dalam podcast tersebut adalah Fatia Maulidiyanti dan Owi.
Informasi terkait dugaan pencemaran nama baik Luhut diungkapkan oleh jaksa bahwa Haris Azhar menyebarkan melalui akun YouTube-nya.
Video tersebut merupakan hasil kajian cepat Koalisi Bersihkan Indonesia dengan judul ‘Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya’.
Jaksa mendakwa bahwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti memiliki maksud untuk mencemarkan nama baik Luhut Binsar Pandjaitan melalui konten tersebut.
Vonis Bebas Haris Azhar Dan Fatia Maulidiyanti
Keputusan bebas ini tentu saja menjadi sorotan dalam dunia hukum dan masyarakat.
Meskipun dakwaan tidak terbukti, kasus ini memicu diskusi lebih lanjut tentang batasan kebebasan berpendapat dan dampak dari konten daring terkait figur publik.***