daulatrakyat.com – Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) adalah organisasinya penambang rakyat Indonesia yang selama ini masih belum mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.
Dengan jumlah total penambang lebih dari 4 juta orang, APRI akan terus berjuang agar pemerintah Indonesia, khususnya saat ini pemerintah Prabowo-Gibran lebih serius memberi perhatian kepada penambang rakyat Indonesia.
Hari Rabu, 30 Oktober 2024, APRI menyelenggarakan focus group discussion (FGD) untuk mendapatkan jawaban dari:
Bagaimana mengatasi hambatan optimalisasi potensi tambang rakyat sebagai salah satu kekuatan ekonomi nasional; dan
Percepatan program formalisasi dan hilirisasi tambang rakyat untuk percepatan pengentasan kemiskinan di Indonesia.
FGD dihadiri oleh narasumber dari perwakilan Dirjen Minerba Kementerian ESDM (melalui zoom), dari Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat, dari Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI), dari Kamar Dagang dan Industri (KADIN), dan dari DPP APRI.
Dari APRI dipaparkan bahwa potensi tambang rakyat sebagai salah satu kekuatan ekonomi nasional tergambar dari jumlah penambang lebih dari 4 juta orang. Kegiatan tambang rakyat yang juga berdampak kepada sekitar 30 juta masyarakat Indonesia.
Dampak langsung dari kegiatan tambang rakyat antara lain dirasakan oleh penambang, tukang pikul, ojek tambang, bengkel-bengkel dan warung-warung disekitar tambang, serta para anggota keluarga penambang yang rata-rata 2-3 orang dalam satu keluarga.
Sedangkan dampak tidak langsungnya adalah peningkatan belanja ribuan penambang di pasar lokal, baik kebutuhan sembako, alat-alat tambang dan pengolahan, motor, genset, para tukang yang bekerja membangun rumah para penambang, toko-toko bangunan, tempat-tempat rekreasi/wisata, kuliner, dan lainnya.
Dari kegiatan FGD ini masih terlihat ada perbedaan persepsi, di mana pemerintah memandang penambang rakyat kebanyakan tidak berizin alias dianggap ilegal.
Sehingga urusannya adalah penegakan hukum. Itulah sebabnya banyak penambang yang masuk penjara. Sementara dari sisi penambang rakyat menganggap pemerintah tidak sungguh-sungguh menginginkan agar tambang rakyat menjadi legal, sehingga tambang rakyat selalu menjadi ‘ATM’ para oknum, yaitu dengan cara menciptakan regulasi perizinan tambang rakyat yang berbelit-belit, mahal, lama, dan tidak dapat diimplementasikan.
Pengakuan Rakyat Penambang
Perwakilan penambang rakyat dari Tasikmalaya menceritakan bahwa sudah lebih dari empat tahun berupaya mendapatkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dengan menghabiskan dana sekitar Rp1 miliar, tapi sampai sekarang belum jelas apakah IPR akan bisa keluar atau tidak. Selalu ada perubahan regulasi yang menambah syarat dokumen ini itu, yang sangat sulit, mahal, dan makan waktu untuk mendapatkannya.
Perwakilan penambang timah rakyat dari Belitung Timur juga menceritakan upayanya yang sampai harus sering demo ke Bupati, Gubernur, atau DPRD dalam memperjuangkan legalitas. Bahkan pernah unjuk rasa ke DPR RI, hanya untuk mendesak agar salah satu dokumen yang diperlukan sebagai syarat pengajuan IPR bisa disediakan oleh pemerintah. Namun nasibnya sama dengan penambang dari Tasikmalaya. Entah kapan IPR akan bisa keluar atau ujungnya tidak disetujui.
Diharapkan dengan adanya FGD kemarin, perbedaan persepsi dari pemerintah dan penambang rakyat dapat diselaraskan, sehingga proses pengurusan IPR dapat dipercepat.
Faktanya perut masyarakat miskin tidak bisa menunggu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun untuk diisi. Regulasi pemerintah seharusnya membantu rakyat menjadi mudah untuk berusaha dan bekerja, bukan sebaliknya.
Masih banyak PR yang harus diselesaikan baik oleh pemerintah maupun oleh penambang rakyat, untuk menuju formalisasi tambang rakyat yang jelas, simple, dan tidak mahal. Karena program hilirisasi sudah menunggu. Ada banyak produk hilir yang bisa dibuat oleh penambang rakyat Indonesia yang siap dikembangkan untuk meningkatnya nilai tambah produk tambang rakyat.
APRI akan terus mendorong agar semua hambatan agar tambang rakyat segera menjadi legal, penambang rakyat juga terlibat aktif dalam program hilirisasi, sehingga sektor tambang rakyat di Indonesia dapat memberikan kontribusi dalam percepatan pengentasan kemiskinan untuk sekitar lima juta Kepala Keluarga (KK) di Indonesia.
APRI akan menyampaikan berbagai hambatan dan masalah secara terperinci kepada pemerintah, agar pemerintah dapat melakukan pengkajian, perbaikan, dan perubahan yang diperlukan untuk mempercepat program formalisasi dan hilirisasi tambang rakyat.
Demikian penjelasan umum dari Ketua Umum DPP APRI, Ir Gatot Sugiharto dan Ketua Panitia FGD, sekaligus Sekjen DPP APRI, Budi Riyadi ST., setelah pelaksanaan FGD di Hotel Salak, Kota Bogor, pada Rabu, 30 Oktober 2024.***
Acep Mulyana